Mengaplikasikan 'Show & Tell' dalam Tulisan Fiksi dengan Benar

Bismillah

Sebagai penulis pemula, saya sering  merasa  minder ketika  membaca tulisan fiksi penulis lain yang begitu indah diksinya dan menarik alur ceritanya, dibandingkan dengan tulisan saya sendiri. Rasa percaya diri menyusut ketika saya membaca tulisan sendiri kok, terasa kering,  sementara penulis lain bisa menuangkan cerita sedemikian menarik.  Apa sih, rahasianya?  Apa saja sih, yang  bisa membuat  suatu tulisan fiksi menarik, tidak kering, tetapi tidak juga lebay? Jawabannya ada di seputar penggunaan 'Show & Tell'.

Wait! Jangan salah ya, teman-teman. Saya  sendiri juga belum mahir dalam mengaplikasikan 'Show & Tell'. Meskipun begitu, saya tetap ingin  berbagi TIPS  yang saya himpun dari beberapa blog penulis asing. Bagaimana kedua kata kunci 'Show & Tell'  itu 'dimainkan" ketika mereka menulis novel atau cerita fiksi lainnya.

Dalam berbagai kelas menulis fiksi, istilah Show & Tell  sering kali menjadi salah satu topik bahasan, karena banyak penulis, termasuk saya, yang masih bingung kapan keduanya dipakai dalam tulisan mereka.

Apa sih, yang dimaksud dengan SHOW & TELL?

Saya baru memahami sedikit lebih dalam tentang kedua istilah tersebut setelah diminta berbagi  materi Show & Tell di kelas menulis fiksi yang diprakarsai oleh Rasia Aksara dan Najmubooks.

Rada nekad juga ketika saya menyanggupi menjadi mentor kelas menulis SHOW & TELL. karena ini semacam pemaksaan diri. Namun, mungkin itu adalah waktu yang pas untuk memberi tantangan bagi diri sendiri. Maka jadilah kelas itu berjalan pada tanggal 22 Oktober 2021 melalui WA Group Rasia Aksara.

Apa yang saya sampaikan di kelas waktu itu, akan saya share kembali buat teman-teman penulis pemula atau siapa saja yang ingin belajar menulis, dengan sedikit tambahan penjelasan di sana-sini.

Untuk menjelaskan apa itu Show & Tell, saya ingin mengilustrasikannya sebagai berikut:

Dalam sebuah film, emosi, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan kondisi tokoh cerita mudah dicerna atau dipahami oleh pemirsa karena semuanya dapat disaksikan dengan mata dan telinga.

Dalam cerita fiksi, penulis perlu menggambarkan ekspresi, emosi, bahasa tubuh dan kondisi tokoh cerita dengan menggunakan diksi yang tepat agar pembaca dapat mem-visualisasikannya dengan jelas, sebagaimana pemirsa yang menyaksikan film. Beginilah lira-kira gambaran tentang SHOW.

TELL (mengatakan) adalah menyampaikan  suatu keadaan/emosi tokoh dalam cerita secara lugas dan  langsung, atau to the point. Itu sebabnya tulisan yang terlalu banyak menggunakan TELL seringkali membuat tulisan  terasa “kering” dan kaku.

SHOW, adalah cara menggambarkan keadaan atau emosi tokoh dengan menggunakan deskripsi yang panjang agar keadaaan tokoh dapat divisualisasikan dengan baik oleh pembaca.  Pemakaian SHOW yang efektif dalam tulisan fiksi dimaksudkan untuk membuat pembaca terlibat secara emosi. 

Seperti halnya pemakaian TELL, jika SHOW dipakai secara berlebihan juga  cenderung akan membuat plot menjadi kurang dinamis atau terhambat lajunya.

Jadi, baik SHOW maupun TELL sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan kata lain, keduanya bisa membangun harmoni dan saling melengkapi jika ditampilkan secara berimbang dalam satu cerita fiksi.

 Kapan SHOW & TELL digunakan?


Show dan Tell adalah seni dalam menulis fiksi. Tidak ada ketentuan yang baku kapan kita

 harus memakai SHOW  atau TELL, karena seni adalah masalah ‘rasa’. 

Jadi,  dalam mengaplikasikan SHOW dan TELL  pada  sebuah  tulisan atau satu cerita fiksi,  yang terpenting adalah keduanya dituangkan secara berimbang.

Di bawah ini ada  beberapa TIPS tentang bagaimana menulis SHOW dan TELL:

Dalam contoh  di atas, penggambaran panca indra yang direpresentasikan dengan  "Show" adalah panca indra mata, peraba (tangan) dan pendengaran,


Kata kerja yang menggunakan panca indra  seperti, melihat, mencium, merasa, meraba dll., lebih  efektif untuk  digambarkan dengan SHOW.



Penulisan SHOW sering menggunakan  diksi yang lebih kuat untuk membantu 
mempertajam visualisasi atau melibatkan emosi pembaca.

Selain diksi yang kuat, majas /gaya bahasa sering digunakan dalam SHOW.



Beberapa contoh tambahan

TELL : Sarah marah.

Pernyataan TELL seperti itu, kurang memancing atau melibatkan emosi pembaca.

SHOW akan lebih cocok digunakan untuk menggambarkan emosi.

Bagaimana jika kita mau menuliskan contoh di atas dengan cara SHOW?

Rasa panas menyapu wajah Sarah. Pipinya memerah dan jari-jari tangannya mengepal erat. Geliginya berderit, kemudian ia berteriak;  “Kamu ngomong apa barusan?”

Dalam contoh di atas perasaan Sarah tak perlu diragukan bahwa dia marah.

Kita juga dapat  menggunakan kombinasi  SHOW dan TELL  secara bersamaan.

Contoh:

Sarah ingin berteriak, mencakar, atau memukulnya. (TELL). Seluruh tubuhnya gemetar, lalu dia berpegangan pada meja di sebelahnya. Rasa panas yang membakar dadanya, membuat kata-kata  penuh kesumat keluar dari mulutnya.

“Ingat, kamu akan menyesal sudah bicara begitu kepadaku!”

Beberapa catatan tentang SHOW:

1.     Emosi yang digambarkan dengan bahasa tubuh bisa dideskripsikan dengan SHOW.

2.     SHOW juga dapat digunakan ketika kita ingin menggambarkan perubahan mood menggunakan gambaran cuaca (angin, gerimis, hujan), atau sinar dan bayangan (senja, gelap, mendung, kabut, kiasan atau perasaan tertentu.

Sedikit tambahan penggunaan TELL.

1.     Jika perkembangan emosi dalam plot sudah naik terus, terlalu banyak showing akan membawa cerita menjadi melodrama. Gabungkan Show dan Tell secara seimbang.

2.     Jika ada setting yang sebelumnya sudah dideskripsikan dengan SHOW, kemudian  cerita lanjutan masih pada setting yang sama, jangan mengulang dengan SHOW lagi. Pakailah TELL.

3.     Jika ada banyak adegan action dalam cerita, mendeskripsikan dengan SHOW akan memperlambat laju atau mengurangi keseruan cerita. Pakailah TELL

4.     Jika ada tokoh cerita digambarkan memiliki kepribadian tak banyak bicara  atau tidak terlalu emosional, biasanya untuk menggambarkan tokoh seperti ini, TELL lebih tepat digunakan

5.     TELL juga digunakan untuk menunjukkan  sesuatu yang dianggap kurang berharga, atau bukan prioritas.


Penutup

Sebagai penutup saya ingin menyampaikan bahwa setiap orang memiliki gaya menulis masing-masing. Tak ada yang ‘salah’ apabila cara kita mengaplikasikan SHOW & TELL  berbeda dari orang lain.

Pakailah ‘feeling’ atau ‘rasa’ dalam menggunakan  SHOW & TELL agar tulisan kita tidak ‘kering’ tetapi  tidak juga ’lebay’.

Semoga catatan di atas menambah pemahaman tentang  SHOW dan TELL dan bagaimana mengaplikasinya dalam tulisan sehingga cerita fiksi kita menjadi lebih menarik.

Sumber: Beberapa blogs  penulis asing. 

Yogyakarta, 18 November 2021

PRS.




Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGGUNAAN SHOW & TELL DALAM MENULIS FIKSI

TIPS MENULIS DRAFT AWAL SEBUAH NOVEL