Soliloquy atau Senandika

Bismillah.

Sebagai seorang yang mengaku sebagai penulis pemula, perlu dong, saya memperkaya wawasan literasi. Kebetulan ada celah waktu kosong yang saya bisa isi dengan kelas menulis on line Senandika yang telah membuat saya penasaran. Wawasan susastra saya memang perlu terus di-update.

Kelas Senandika yang saya ikuti diampu oleh mentor keren Mbak Euphonious Renita. Dari contoh yang diberikan sama Mbak Renita berupa penggalan drama (yang difilmkan) berjudul Romeo dan Juliet, Saya jadi teringat dulu jaman kuliah di Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, saya mempelajari karaya sastra legendaris seperti MacBeth, Othello, Romeo and Juliet, Hamlet, Don Quixote, dan lain-lain.

Tapi jujur, entah saya lupa atau dulu belajarnya enggak mendalam, sehingga begitu ketemu kata soliloquy serasa baru ketemu dengan kata baru, padahal istilah itu justru ada di dalam karya-karya sastra jama renaissance, yang dibahas dalam matakuliah Literature.Kalau soliluqoy itu menjadi ciri khas drama klasik abad Rennaisance, senandika di Indonesia termasuk dalam kategori prosa baru.
Soliloquy atau padanan katanya Senandika, menurut KBBI adalah wacana tokoh dalam karya susastra dengan dirinya sendiri di dalam drama untuk mengungkapkan buah pikir, perasaan, firasat dan konflik batin yang paling dalam dari tokoh tersebut.
Wacana atau ungkapan verbal tersebut diucapkan oleh sang tokoh dalam adegan drama, seperti orang yang berbicara kepada diri sendiri atau monolog. Kalau toh dalam satu adegan drama (yang juga banyak difilmkan) ada tokoh lain, dia diam dan tidak merespon. Jadi soliloquy itu memang satu jenis monolog yang dipakai dalam seni drama. Lalu apa bedanya soliloquy dengan monolog? Kalau monolog memang sengaja ditujukan untuk didengarkan oleh audience, misalnya seperti pidato atau narasi cerita, sedangkan soliloquy adalah pembicaraan tokoh yang ditujukan kepada diri sendiri.

Senandika dalam bahasa Jawa artinya se = sendiri, nandika = bicara alias ngomong dewe, bicara kepada diri sendiri.
Bentuk senandika hanya terdiri dari minimum 3 atau 4 paragraf dan tiap paragraf maksimal 5 baris dan menggunakan POV 1 atau 2 ( aku dan kamu). Pengungkapannya memakai kalimat sederhana, dengan pilihan diksi yang apik sehingga menjadikan senandika bernilai sastra tinggi.
Contoh-contoh senandika yang diberikan dalam materi mba Renita bagus-bagus, puitis meskipun bukan puisi. Bahasanya mudah dicerna.
"Menulis senandika tidak sepelik menulis puisi, cerpen atau novel," kata Mbak Renita. Latihan menulis senandika akan menjadi materi diskusi hari berikutnya
Dalam praktik menulis senandika, modal awalnya mempelajari kosa kata dan sinonimnya agar senandika menggunakan diksi yang variatif. Saya pribadi menyukai tulisan senandika dengan pilihan diksi yang indah dan bermakna puitis. Namun, banyak juga senandika yang ditulis dengan kata-kata sehari-hari, hanya saja isinya bermakna dalam.
Pada saat saya praktik menulis senandika, awalnya saya terjebak pada penulisan senandika bergaya puisi karena tidak berbentuk paragraf. Lalu tulisan saya dikoreksi oleh mentor bahwa senandika itu bukan puisi dan penulisannya dalam bentuk paragraf. Akhirnya, saya menata ulang kalimat-kalimatnya yagn saya buat menjadi bentuk paragraf.

Ini contoh penggalan senandika saya:

.....

Tatap mata teduhmu, sunggingan senyum tulusmu, dan tutur kata halusmu memberiku kedamaian. Kelembutan dan kebersihan hatimu menambah pesona daya pikatmu. Aku kesengsem. Jangan salahkan, jika aku terlalu memujamu, lantaran kau begitu sempurna.
Aku tak kuasa menahan rindu. Kukejar dirimu, sampai ke mana pun kau berlari. Namun, bak mengejar bayang-bayangku sendiri, semakin kukejar, kau pun semakin berlari ...
....

Senandika tulisan saya dan 2 judul senandika yang lain akan dirangkum dalam buku antologi senandika bertema RINDU, bersama belasan karya penulis perempuan lainnya




Komentar

  1. waaah wawasan baru buat saya tentang senandika , nandika mungkin sama dengan ngendhika (bicara), bahasa jawa yang halus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Luluk Maunah, Senandika belum telalu banyak dikenal sepertinya. Seru waktu mempelajarinya. Terima kasih udah berkunjung di selasarku.

      Hapus
  2. Ilmu baru, istilah baru. saya baru tahu loh mba ada istilah soliloquy atau senandika. Mantap! lanjutkan ngeblognya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba Nunu, dan ternyata Senandika itu memesona loh....
      Terima kasih. ya mbak Nunu, semoga saya bisa konsisten ngisi blog.

      Hapus
  3. Awww masya Allah, terhura aku baca ini 😍😍. Terima kasih telah mengikuti kelas senandika-ku, Mbak Tiwi. 🤗🤗

    Sukses terus perjalanan nulis dan ngeditnya, ya. 🤗🤗

    Renita.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin Ya Rabb. Makasih banget cikgu Renita. Saya banyak belajar dari cikgu dari mulai editing hingga menulis dan membukukan senandika. You are my real teacher . (Big virtual hugs)

      Hapus
  4. Bagus sekali, indah diksinya.
    Jadi kepingin belajar dan menulis senandika
    Selamat ya Mbak.
    Semoga kian merindang karya indah Mbak. Aamiin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

TIPS MENULIS DRAFT AWAL SEBUAH NOVEL

PENGGUNAAN SHOW & TELL DALAM MENULIS FIKSI

Mengaplikasikan 'Show & Tell' dalam Tulisan Fiksi dengan Benar